TORAJA–Lembaga Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST) menjatuhkan sanksi adat kepada komika Pandji Pragiwaksono buntut dari candaan yang dianggap menyinggung adat Toraja.
Namun, besaran sanksi yang dijatuhkan justru menimbulkan tanda tanya besar di ruang publik.
Dalam pernyataannya, Ketua Umum TAST Benyamin Rante Allo menjelaskan, Pandji dijatuhi sanksi berdasarkan asas lolo patuan, yakni kewajiban mengorbankan 48 ekor kerbau dan 48 ekor babi, sebagai simbol pemulihan keseimbangan antara dunia manusia (lino tau) dan dunia arwah (lino to mate).
Tak berhenti di situ, Pandji juga diwajibkan menanggung sanksi moral sebesar Rp2 miliar untuk pemulihan simbol-simbol budaya Toraja.
Alasan yang disampaikan TAST adalah bahwa uang tersebut akan digunakan untuk kegiatan adat, pendidikan budaya, dan pemulihan citra Toraja yang dinilai tercemar akibat pernyataan Pandji.
Namun, di balik argumentasi pemulihan marwah budaya itu, muncul kritik keras dari sejumlah pemerhati adat dan budaya.
Salah satunya datang dari Rajus Bimbin, yang menilai keputusan TAST justru berlebihan dan tidak realistis.
“Mukai tidak realistis, dan terkesan pemerasan,” ujarnya tegas, Sabtu 8 November 2025.
Rajus menilai, sanksi adat seharusnya dijalankan dalam semangat pendidikan dan pemulihan, bukan sebagai bentuk tekanan atau penghakiman dengan nilai materi yang fantastis.
“Kalau adat dijalankan dengan cara seperti ini, yang muncul bukan kebanggaan budaya, tapi citra bahwa orang Toraja tidak beradab dan mudah menggunakan adat untuk menekan orang lain,” tambahnya.
Kritik ini punya dasar kuat. Dalam konteks sosial modern, adat memang penting sebagai pilar identitas dan moral kolektif.
Namun ketika adat ditarik menjadi alat balas dendam sosial, atau bahkan dibungkus dengan angka-angka tak masuk akal, maka semangat luhur adat itu justru hilang.
@tompaseru
