TORAJA–Pemkab Toraja Utara menutup lalulintas ternak babi dari dalam dan luar daerah akibat tingginya kasus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika di daerah tersebut.

Bisa saja kebijakan ini akan berdampak terhadap sosial budaya Toraja yang membutuhkan babi, dan PAD pemotongan babi dari upacara kematian akan menurun drastis.

Namun jika tak dihentikan, kasus babi mati di daerah wisata tersebut akan terus bertambah. Apalagi saat ini babi mati akibat ASF sudah mencapai 5.000 kasus.

Penutupan lalulintas ternak babi ini dengan mendirikan posko di setiap pintu perbatasan dengan daerah lain yang dijaga petugas instansi terkait. Namun faktanya, masih ada beberapa oknum yang tidak mengindahkan aturan pemerintah ini.

Mereka memaksa meloloskan ternak babi ke Toraja Utara yang dibawa dari daerah lain. Petugas posko pun tak luput dari intimidasi.

Motifnya beragam, seperti beralasan harga babi dalam daerah melonjak naik, langkah dan mengkalim babi yang dibawah dari luar daerah tidak terjangkit ASF.

Intimidasi dan pemaksaan ini salah satunya dialami petugas posko di Kaleakan, atau batas wilayah Toraja Utara-Palopo. Di sini, sudah dua kali petugas mendapat intimidasi dari oknum agar meloloskan puluhan ekor babi masuk wilayah Toraja Utara.

Mirisnya, beberapa oknum tersebut diduga merupakan Aparatur Sipil Negera (ASN) di Kabupaten Toraja Utara.

“Mereka membawa preman, memaksa dan mengintimidasi petugas posko untuk meloloskan puluhan ekor babi yang diangkut menggunakan truk, hal ini bahkan sudah dua kali terjadi,” ungkap Rostiani Silta, salah seorang dokter hewan di Dinas Pertanian, Toraja Utara.

Wajar saja hal ini terjadi, sebab petugas yang disiagakan di posko hanya dari Dinas terkait, tanpa Satpol PP, kepolisian dan TNI.

Meski koordinasi sering kali dilakukan petugas posko kepada pihak keamanan bila ada oknum yang ingin meloloskan ternak babi, namun laporan hanya di ‘iyakan’ tanpa adanya penindakan tegas berkelanjutan.

“Hal ini sudah melanggar edaran Gubernur Sulawesi Selatan dan edaran Bupati Toraja Utara. Tapi kemana penegak aturan, kemana orang-orang yang mengatasnamakan menjaga Toraja Utara,” ketusnya.

 

Kronologis premanisme di pos Kaleakan

Dijelaskan, aksi pemaksaan oknum yang melibatkan preman pertamakali terjadi pada Senin 12 Juni 2023 malam.

Dua truk yang mengangkut puluhan ekor babi nekat menerobos dan tidak mengindahkan teguran Tim Satgas African Swine Fever (ASF) Kaleakan.

Petugas yang berjaga pun diancam oleh sejumlah pria yang mengawal dua truk tersebut.

Selanjutnya pada Rabu (14/6/2023) malam. Empat truk yang mengangkut puluhan ekor babi kembali berhasil menjebol pos Kaleakan.

Caranya pun sama, dikawal oleh preman kemudian mengancam dan mengintimidasi petugas posko. Sayangnya, perilaku yang seharusnya mendapat tindakan tegas ini hanya berlalu begitu saja.

“Jika hal ini tidak ditanggulangi, babi dari daerah wabah terus masuk, kita perkirakana minggu ke 15, 90 persen babi di Toraja akan musnah,” ucapnya.

 

Cara masif virus ASF menulari ternak babi

drh. Rostiani Silta mengatakan, dari kasus yang ada saat ini Toraja Utara bukan lagi mencegah namun mengendalikan.

Ia menuturkan, penghitungan secara epidemiologi, satu babi yang sakit atau mati akibat ASF akan menulari babi lain. Walaupun berawal dari satu babi namun berada dalam satu tempat, maka akan dengan cepat menular ke babi lainnya.

 

Masih aman dikonsumsi manusia

drh Silta menjelaskan, daging babi meski terjangkit ASF aman dikonsumsi oleh manusia, karena bukan penyakit zoonosis yang dapat menular kepada manusia.

Namun yang harus diwaspadai adalah manusia menjadi wadah penularan penyakit tersebut.

“Misalnya kita pergi ke upacara adat, terus ada babi yang sudah terinfeksi kemudian dagingnya dipotong dan dibawa pulang ke rumah, atau dikonsumsi dan sisa-sisa dari makanan diberikan kepada ternak babi,” paparnya.

“Bisa juga ketika hadir ditempat keramaian yang ada virus ASF, terus pulang pegang babi, atau potongan daging dibuat jadi dendeng, itu virusnya masih bisa hidup,” ungkapnya.

Tags: , ,